Toko Buku Online Terlengkap

Wednesday, December 09, 2009

SEBUAH PENSIL

Seorang anak bertanya kepada neneknya yang sedang menulis sebuah surat .

"Nenek lagi menulis tentang pengalaman kita ya? atau tentang aku?"
Mendengar pertanyaan si cucu, sang nenek berhenti menulis dan berkata kepada cucunya,

"Sebenarnya nenek sedang menulis tentang kamu, tapi ada yang lebih penting dari isi tulisan ini yaitu pensil yang nenek pakai."
"Nenek harap kamu bakal seperti pensil ini ketika kamu besar nanti" ujar si nenek lagi.
Mendengar jawab ini, si cucu kemudian melihat pensilnya dan bertanya kembali kepada si nenek ketika dia melihat tidak ada yang istimewa dari pensil yang nenek pakai.

"Tapi nek sepertinya pensil itu sama saja dengan pensil yang lainnya." Ujar si cucu.
Si nenek kemudian menjawab, "Itu semua tergantung bagaimana kamu melihat pensil ini."
"Pensil ini mempunyai 5 kualitas yang bisa membuatmu selalu tenang dalam menjalani hidup, kalau kamu selalu memegang prinsip-prinsip itu di dalam hidup ini."
Si nenek kemudian menjelaskan 5 kualitas dari sebuah pensil.

"Kualitas pertama, pensil mengingatkan kamu kalo kamu bisa berbuat hal yang hebat dalam hidup ini. Layaknya sebuah pensil ketika menulis, kamu jangan pernah lupa kalau ada tangan yang selalu membimbing langkah kamu dalam hidup ini. Kita menyebutnya tangan Tuhan, Dia akan selalu membimbing kita menurut kehendakNya".
"Kualitas kedua, dalam proses menulis, nenek kadang beberapa kali harus berhenti dan menggunakan rautan untuk menajamkan kembali pensil nenek. Rautan ini pasti akan membuat si pensil menderita. Tapi setelah proses meraut selesai, si pensil akan mendapatkan ketajamannya kembali. Begitu juga dengan kamu, dalam hidup ini kamu harus berani menerima penderitaan dan kesusahan, karena merekalah yang akan membuatmu menjadi orang yang lebih baik".
"Kualitas ketiga, pensil selalu memberikan kita kesempatan untuk mempergunakan penghapus, untuk memperbaiki kata-kata yang salah. Oleh karena itu memperbaiki kesalahan kita dalam hidup ini, bukanlah hal yang jelek. Itu bisa membantu kita untuk tetap berada pada jalan yang benar".

"Kualitas keempat, bagian yang paling penting dari sebuah pensil bukanlah bagian luarnya, melainkan arang yang ada di dalam sebuah pensil. Oleh sebab itu, selalulah hati-hati dan menyadari hal-hal di dalam dirimu".
"Kualitas kelima, adalah sebuah pensil selalu meninggalkan tanda/goresan. Seperti juga kamu, kamu harus sadar kalau apapun yang kamu perbuat dalam hidup ini akan meninggalkan kesan. Oleh karena itu selalulah hati-hati dan sadar terhadap semua tindakan".


Thursday, December 03, 2009

HARGA SUATU KEBENARAN Yan Hui adalah murid kesayangan Confusius yang suka belajar, sifatnya baik. > Pada suatu hari ketika Yan Hui sedang bertugas, dia melihat satu toko kain > sedang dikerumunin banyak orang. Dia mendekat dan mendapati pembeli dan > penjual kain sedang berdebat. > > Pembeli berteriak: “3×8 = 23, kenapa kamu bilang 24?” > > Yan Hui mendekati pembeli kain dan berkata: “Sobat, 3×8 = 24, tidak usah > diperdebatkan lagi.” > > Pembeli kain tidak senang lalu menunjuk hidung Yan Hui dan berkata: “Siapa > minta pendapatmu? Kalaupun mau minta pendapat mesti minta ke Confusius. > Benar atau salah Confusius yang berhak mengatakan.” > > Yan Hui: “Baik, jika Confusius bilang kamu salah, bagaimana?” > > Pembeli kain: “Kalau Confusius bilang saya salah, kepalaku aku potong > untukmu. Kalau kamu yang salah, bagaimana?” > > Yan Hui: “Kalau saya yang salah, jabatanku untukmu.” > > Keduanya sepakat untuk bertaruh, lalu pergi mencari Confusius. Setelah > Confusius tau duduk persoalannya, Confusius berkata kepada Yan Hui sambil > tertawa: “3×8 = 23. Yan Hui, kamu kalah. Kasihkan jabatanmu kepada dia.” > > Selamanya Yan Hui tidak akan berdebat dengan gurunya. Ketika mendengar > Confusius bilang dia salah, diturunkannya topinya lalu dia berikan kepada > pembeli kain. Orang itu mengambil topi Yan Hui dan berlalu dengan puas. > > Walaupun Yan Hui menerima penilaian Confusius tapi hatinya tidak sependapat. > Dia merasa Confusius sudah tua dan pikun sehingga dia tidak mau lagi belajar > darinya. Yan Hui minta cuti dengan alasan urusan keluarga. Confusius tahu > isi hati Yan Hui dan memberi cuti padanya. Sebelum berangkat, Yan Hui > pamitan dan Confusius memintanya cepat kembali setelah urusannya selesai, > dan memberi Yan Hui dua nasehat : “Bila hujan lebat, janganlah berteduh di > bawah pohon. Dan jangan membunuh.” Yan Hui bilang, “Baiklah,” lalu berangkat > pulang. > > Di dalam perjalanan tiba-tiba angin kencang disertai petir, kelihatannya > sudah mau turun hujan lebat. Yan Hui ingin berlindung di bawah pohon tapi > tiba-tiba ingat nasehat Confusius dan dalam hati berpikir untuk menuruti > kata gurunya sekali lagi. Dia meninggalkan pohon itu. Belum lama dia pergi, > petir menyambar dan pohon itu hancur. Yan Hui terkejut, nasehat gurunya yang > pertama sudah terbukti. Apakah saya akan membunuh orang? Yan Hui tiba > dirumahnya sudah larut malam dan tidak ingin mengganggu tidur istrinya. Dia > menggunakan pedangnya untuk membuka kamarnya. Sesampai didepan ranjang, dia > meraba dan mendapati ada seorang di sisi kiri ranjang dan seorang lagi di > sisi kanan. Dia sangat marah, dan mau menghunus pedangnya. Pada saat mau > menghujamkan pedangnya, dia ingat lagi nasehat Confusius, jangan membunuh. > Dia lalu menyalakan lilin dan ternyata yang tidur disamping istrinya adalah > adik istrinya. > > Pada keesokan harinya, Yan Hui kembali ke Confusius, berlutut dan berkata: > “Guru, bagaimana guru tahu apa yang akan terjadi?” Confusius berkata: > “Kemarin hari sangatlah panas, diperkirakan akan turun hujan petir, makanya > guru mengingatkanmu untuk tidak berlindung dibawah pohon. Kamu kemarin pergi > dengan amarah dan membawa pedang, maka guru mengingatkanmu agar jangan > membunuh”. Yan Hui berkata: “Guru, perkiraanmu hebat sekali, murid sangatlah > kagum.” Confusius bilang: “Aku tahu kamu minta cuti bukanlah karena urusan > keluarga. Kamu tidak ingin belajar lagi dariku. Cobalah kamu pikir. Kemarin > guru bilang 3×8=23 adalah benar, kamu kalah dan kehilangan jabatanmu. Tapi > jikalau guru bilang 3×8=24 adalah benar, si pembeli kainlah yang kalah dan > itu berarti akan hilang 1 nyawa. Menurutmu, jabatanmu lebih penting atau > kehilangan 1 nyawa yang lebih penting?” > > Yan Hui sadar akan kesalahannya dan berkata : “Guru mementingkan yang lebih > utama, murid malah berpikir guru sudah tua dan pikun. Murid benar2 malu.” > Sejak itu, kemanapun Confusius pergi Yan Hui selalu mengikutinya. > > Cerita ini mengingatkan kita: Jikapun aku bertaruh dan memenangkan seluruh > dunia, tapi aku kehilangan kamu, apalah artinya. Dengan kata lain, kamu > bertaruh memenangkan apa yang kamu anggap adalah kebenaran, tapi malah > kehilangan sesuatu yang lebih penting. Banyak hal ada kadar kepentingannya. > Janganlah gara-gara bertaruh mati-matian untuk prinsip kebenaran itu, tapi > akhirnya malah menyesal, sudahlah terlambat. > > Banyak hal sebenarnya tidak perlu dipertaruhkan. Mundur selangkah, malah > yang didapat adalah kebaikan bagi semua orang. > > Bersikeras melawan pelanggan. Kita menang, tapi sebenarnya kalah juga. (Saat > kita kasih sample barang lagi, kita akan mengerti) > > Bersikeras melawan boss. Kita menang, tapi sebenarnya kalah juga. (Saat > penilaian bonus akhir tahun, kita akan mengerti) > > Bersikeras melawan istri. Kita menang, tapi sebenarnya kalah juga. (Istri > tidak mau menghirau kamu, semua harus “do it yourself”) > > Bersikeras melawan teman. Kita menang, tapi sebenarnya kalah juga. > (Bisa-bisa kita kehilangan seorang teman) > >

Wednesday, November 25, 2009

MATURE LEADER Sering kali ketika saya mengajar di kelas-kelas leadership, muncul perdebatan, soal apakah kematangan emosi (“emotionally mature”) menentukan seorang pemimpin layak disebut sebagai pemimpin yang matang? Banyak keluhan dari para eksekutif, sulit menemukan pemimpin yang handal tapi matang? Berangkat dari paradigma bahwa pemimpin diciptakan, bukan dilahirkan (Vince Lombardi, John C. Maxwell), maka bukan hanya emosi yang di”matang” kan , tetapi juga cara pemimpin bersikap, tingkat intelektualnya, level “passion”nya dan kematangan spiritualnya. Ke lima (5) kompetensi ini perlu dimatangkan oleh seorang “mature” leader (pemimpin matang) agar ia mampu mencerahkan pengikutnya. Emotionally mature (soul). Barack Obama, 47 tahun, bagi kita adalah contoh elegan dari pemimpin yang matang secara emosi, meski ia muda belia. Ia tidak pernah nampak emosional dalam keseluruhan kampanyenya. Ia memiliki 3 kualitas kematangan emosi yang tinggi, yaitu: tetap tenang, selalu arif dan nampak stabil meski hujatan dan serangan kubu McCain menghujaninya secara dahsyat terhadap dirinya & tim suksesnya. Pada akhirnya, ia bisa keluar sebagai pemenang dari pergulatan debat panjang pemilihan presiden Amerika. Hanya pemimpin yang matang emosinya yang bisa memenangkan “permusuhan” tajam yang melukai hati dan batin. Sebaliknya, pemimpin yang kurang matang (gelap mata), akan terjungkal dalam sikap emosional yang membuatnya tergesa-gesa mengambil keputusan, lalu membuat kesalahan dan kalah. Jika ia kalah, mencaci lawannya. Jika menang, ia berpesta-pora tak terkendali. Matang secara emosi berasal dari matang secara jiwa, tanda-tandanya a.l. adalah berjiwa besar, berhubungan dengan siapa saja secara baik, beretika tinggi. Obama juga dikenal sangat menjunjung tinggi nilai-nilai pemimpin yang matang (change-value leader) seperti: rendah hati (“humble”), integritas dan passion. Bagaimana cara mengasah kecerdasan emosi pemimpin? “Sejak kecil perlu ditanamkan kesadaran berjiwa besar. Jika sudah kalah, segeralah mengaku kalah, itu terhormat, tidak memalukan atau mencemarkan nama baik. Tindakan itu justru menunjukkan kebesaran jiwa, kedewasaan, dan sikap ksatria (Kompas, “Belajar Mengaku Kalah” oleh Salahuddin Wahid, 15 Nov 2008). Banyak pemimpin kita, kalah di bidang ini. McCain adalah contoh “loser” yang berjiwa besar. Ia mendoakan Obama dan ikhlas dipimpin Obama sebagai presidennya. Matang sikapnya (behavior). Baru-baru ini saya dan peserta kelas leadership sama-sama membedah kualitas kepemimpinan Barack Obama dan satu pemimpin dari Indonesia yang dikategorikan pemimpin matang dan sukses. Ditemukan bahwa, dari ke dua (2) pemimpin tsb., ada 6 sikap matang mereka yang paling menonjol a.l. selalu ikhlas bekerja keras, tetap jujur, bertanggung jawab, sangat peduli, konsisten dan mengayomi timnya. Ke-6 sikap ini (sering disebut sebagai sikap super positif oleh kalangan pemimpin), ternyata mampu melejitkan prestasi yang tak terbatas dari keduanya. Sebaliknya, ada GM tua, 50th, yang sikapnya belum matang, meski usianya matang dan ternyata prestasinya biasa-biasa saja. Benar nasehat Zig Ziglar, motivator dunia, “It is not your aptitude, but it is your attitude that determines your altitude.” Sikap yang besar bersumber dari kematangan jiwa. Pemimpin yang matang, cenderung mengayomi, dibandingkan pemimpin yang kekanak-kanakan. Jika ke-2 pemimpin itu kekanak-kanakan sikapnya (bukan usianya), maka keduanya, tidak akan meraih posisi tinggi dalam organisasinya. Terbukti, yang satu presiden Amerika dan satunya pemimpin perusahaan lokal terkemuka di negara kita. Intelektualnya mumpuni (mind). Tak diragukan lagi, saat Mahmoud Ahmadinejad sebelum terpilih menjadi Presiden Iran, ia menguasai benar sikap kebijakan luar negeri Iran terhadap Amerika, persoalan nuklir dan energi dunia. Demikian juga dengan Obama, ia fasih benar mengkomunikasikan visinya tentang perang di Iran dan Afganistan, solusi ekonomi global, tentang keamanan Amerika serta program kesejahteraan rakyat Amerika di kelas bawah dan menengah. Ia membawakan tema perubahan (”change”) yang cerdas dan mencerahkan bukan saja bagi Amerika tetapi juga di dunia yang sedang demam ”Obama”. Di bidang ini, banyak rasanya calon pemimpin Indonesia di 2009, juga mumpuni secara intelektual. Tetapi apakah mereka, juga memiliki sifat kematangan yang lainnya? Jangan-jangan mereka diusung karena kemudaannya? Kata kunci untuk matang secara intelektual, ternyata bukan ijasah atau gelar, melainkan (1) kematangannya untuk terus belajar (“learning spirit”) dan (2) menguasai persoalan yang dihadapinya (“issue mastering”). Ciri dari pemimpin berintelektual tinggi adalah kepandaiannya dalam memilih alternatif solusi yang tersedia, memilah-milahnya dan memutuskannya dengan bijak dan elegan. Kecerdasan bukan hanya genius, jika itu harus genius, melainkan terampil berjalan dalam badai masalah. “Passion”nya tak diragukan (heart). Salah satu kriteria pemimpin pemenang adalah mampu mengendalikan situasi kritis yang dihadapinya. Saya menyebut “passion” sebagai “gut” (gigh, ulet, tekun). Artikel Gill Corkindale dalam Harvard Business Publishing, 7 Nov 2008 dengan judulnya “The World's First 21st Century Leader”, ia menyebutkan Obama sebagai pemimpin abad 21 ini. Menurutnya, Obama layak diusung dan dinobatkan, karena fleksibilitasnya, humilitasnya, adaptabilitasnya, dan ketahanannya (“resilience”). Andapun bisa memperdebatkan soal ini? Jim Collins dalam bukunya yang fenomenal “Good to Great”, menyarikan 2 kualitas pemimpin super sukses dunia, memiliki (1) ketegaran hati yang tidak tanggung (“resilience”) dan (2) mendemonstrasikan kerendahan hati yang “humble” (“humility”). Pemimpin yang matang, biasanya selalu dewasa (baca: tegar hati) dan rendah hati. Keinginannya sangat kuat untuk meraih apa yang diimpikan. Orang menyebutnya “result-oriented”, daya juangnya terhadap kinerja sangat tinggi. Ia tak mudah menyerah, tapi tidak sombong dan arogan. Sedangkan pemimpin yang tidak matang, biasanya selain manja (baca: tidak memiliki “passion”), yang menonjol malah arogansinya. Jika kita memiliki pemimpin jenis ini, bakalan organisasi kita atau negara kita akan mengalami kesulitan. Kita sudah pernah memiliki pemimpin jenis ini, bukan? Matang secara spiritual (spirit). Krisis moral (baca: kalah dengan egonya) tak lain diakibatkan oleh krisis spiritual. Pemimpin yang matang secara spiritual biasanya tak mementingkan dirinya sendiri. Ia matang dalam memelihara amanah sorga yang diberikannya yaitu, berbagi kebaikan, kemuliaan dan kehormatan. Itu semua dilakukannya karena ketulusannya untuk berkorban bagi pengikut yang dipimpinnya. Tiga (3) ciri pemimpin matang secara spiritual, bukan semata-mata usianya, (1) sedikit bicara, banyak berbuat bagi pengikutnya, (2) catatan integritasnya (kejujurannya) sangat baik (3) pembawa damai dan keteduhan bagi pengikutnya. John C. Maxwell menasehatkan kepada para pemimpin: ”Yang pertama harus dipimpin oleh setiap pemimpin di level mana saja, adalah memimpin moralnya sendiri terlebih dahulu, baru setelah itu memimpin orang lain.” Dalam hal yang satu ini, banyak pemimpin kita belum lulus. Indonesia menunggu pemimpin matang yang mencerahkan sekaliber Barack Obama, yang telah lulus ujian dari ”nobody” ke ”somebody”. Bukankah demikian? (Harry Purnama)

Monday, November 16, 2009

Bagaimana Menghadapi Pertanyaan Dari Pelanggan Anda? Pernahkah Anda menjual suatu produk kepada orang lain? Bila Anda seorang sales people tentunya ini adalah suatu aktivitas rutin yang biasa Anda kerjakan sehari-hari. Ketika kita menawarkan sesuatu kepada pelanggan biasanya pelanggan akan bertanya balik atau memberikan pertanyaan yang beragam. Bila Anda seorang sales yang berpengalaman tentunya Anda akan dengan mudah menjawab setiap pertanyaan yang diajukan oleh pelanggan. Sebab, jam terbang membuat Anda mampu menghadapi setiap pertanyaan ataupun keberatan yang diajukan pelanggan. Tetapi bila Anda seorang junior sales atau seseorang yang baru mulai mencoba menawarkan produk ataupun jasa kepada orang lain, tentu hal ini bukanlah suatu hal yang mudah. Bila kita perhatikan banyak orang yang baru terjun dalam dunia penjualan menjadi terdiam dan kehabisan kata-kata ketika pelanggan mereka memberikan pertanyaan yang di luar dugaan mereka. Sebenarnya, apakah pertanyaan yang diajukan oleh para pelanggan adalah sesuatu yang di luar dugaaIni” pernah menyatakan bahwa ternyata 80% pertanyaan atau keberatan yang diajukan oleh pelanggan pada umumnya adalah sama. Ini berarti, pertanyaan ataupun keberatan yang diajukan oleh pelanggan Anda bukanlah sesuatu yang baru, tetapi 80% adalah sama. Agar hal ini menjadi lebih mudah, coba bayangkan ketika Anda menjadi seorang pelanggan dan hendak membeli sebuah produk. Ketika sang penjual memberitahukan harga barang yang mereka tawarkan, maka secara otomatis Anda akan mengajukan keberatan, seperti, "Mahal amat sih harganya?", "Bisa dapat diskon berapa?", dan keberatan-keberatan standar lainnya. Dari sini kita bisa melihat bahwa ternyata ada sebuah pola yang sama, pelanggan-pelanggan yang kita hadapi akan memberikan pertanyaan ataupun keberatan yang umum dan bukanlah sesuatu yang diluar dugaan. Kalau begitu apa yang harus kita lakukan? Kalau kita sudah tahu bahwa pertanyaan yang diajukan adalah sama, berarti sekarang ini yang kita perlukan adalah mempersiapkan sebuah jawaban. Bagaimana cara membuat jawabannya? Sebenarnya ada begitu banyak metode untuk menjawabnya, tetapi ada satu cara yang sangat efektif dan mudah dilakukan oleh setiap orang bahkan untuk seorang sales pemula sekalipun. Caranya adalah dengan menggunakan sebuah Sales Script. Apa itu Sales Script dan bagaimana cara kerjanya? Sales script adalah sebuah script/naskah yang dipersiapkan untuk menghadapi pelanggan dengan tujuan memudahkan seorang tenaga penjual dalam melakukan transaksi penjualan. Cara kerjanya adalah seperti yang dilakukan oleh para pemain sinetron ataupun bintang film. Seorang bintang film ketika berbicara dalam sebuah adegan film tentunya tidak sembarangan tetapi mengikuti script yang diberikan oleh sang sutradara. Demikian juga seorang sales people! Sebelum bertemu dengan pelanggan, ada baiknya Anda meluangkan waktu untuk mempersiapkan sebuah Sales Script. Coba pikirkan kira-kira apa yang bakal diajukan oleh pelanggan Anda! Setelah mendapatkan pertanyaan-pertanyaan yang kira-kira bakal diajukan oleh pelanggan, maka langkah selanjutnya Anda harus mempersiapkan jawabannya. Setelah selesai, ada baiknya Anda sharingkan kepada atasan ataupun teman anda yang lebih berpengalaman. Tentunya mereka akan memberikan berbagai masukan/input yang baik, untuk menyempurnakan jawaban-jawaban Anda. Akhirnya, bukankah hal ini akan membuat Anda lebih mudah dalam menghadapi pertanyaan ataupun keberatan dari para pelanggan? Selamat mencoba membuat Sales Script. Selamat menjadi Lebih Baik, Dedy Budiman

Tuesday, November 10, 2009

Pemenang tak pernah takut, Penakut tidak pernah menang Demikian sebuah pepatah mengatakan. Didalam sebuah pepatah yang sarat makna, kita diajarkan bahwa betapa Pemenang membutuhkan keberanian yang besar. Hanya mereka yang memiliki keberanian besar yang pantas menjadi pemenang. Karena betapa banyak rintangan dan halangan untuk menjadi pemenang. Jalan menuju kemenangan seperti halnya menuju ke sebuah puncak pegunungan. Dalam perjalanan kita akan melewati batuan yang terjal, Mungkin kita menemukan bukit yang curam, atau bahkan kita akan bertemu dengan macan. Yang pasti menuju sebuah puncak kesuksesan memiliki tantangan dan membutuhkan keberanian untuk menghadapinya. Jika kita mengatakan sedang menuju kemenangan namun jalan yang kita lewati ternyata lapang, atau bahkan datar seperti jalan tol yang panjang, maka bisa dipastikan bahwa kita telah salah jalan. Tidak pernah ada jalan instan menuju kesuksesan, tidak pernah ada jalan mudah untuk kemenangan. Diperlukan perjuangan, diperlukan keyakinan , diperlukan keseriusan, dibutuhkan pengorbanan agar kita tetap konsisten dan semangat hingga mencapai kemenangan di puncak kesuksesan. Oleh karenanya sangat mustahil penakut dan pesimis yang mereka baru melihat rintangan saja sebagai kesulitan bisa mampu menjadi pemenang. Jika memandang saja sudah penuh dengan ketakutan bagaimana mungkin pecundang yang penuh ketakutan bisa melaksanakan dan melewati rintangan dan menjadi pemenang. Justru pemenang yang sejati adalah pemenang yang menganggap rintangan dan hambatan dalam mencapai kesuksesan adalah tantangan. Tantangan yang bukan menakutkan justru memberikan semangat dan keberanian serta keyakinan bahwa semua tantangan tersebut pasti dalam terlewatkan. Jika demikian, bagaimana mungkin seorang pemenang memiliki ketakutan terhadap rintangan, justru mereka menganggap rintangan adalah hal yang menyenangkan. karena mereka berkeyakinan bahwa ketika mereka menemukan rintangan dan hambatan, dalam menuju kesuksesan maka mereka telah berada di jalan yang benar dan tidak salah jalan. Karena sekali lagi tidak pernah ada jalan yang instan menuju kesuksesan. Namun bukan berarti Pemenang tidak punya ketakutan. Karena bagi Pemenang cukuplah ketakutan hanyalah kepada Tuhan, dengan sebuah harapan dengan takut kepada Tuhan maka, Tuhan akan semakin sayang kepada para pemenang, dan Tuhan memberikan petunjuk dan kekuatan kepada para pemenang untuk tetap tabah dan semakin semangat menghadapi segala tantangan. Selain itu bagi kepada halangan, serta hambatan baginya itu bukanlah ketakutan, namun adalah Tantangan Semoga kita senantiasa berkeyakinan dan menjadi sang Pemenang A.Setiawan Keep on Smile to Face the World Mindset Programer; Trainer & Motivator

Thursday, October 15, 2009

Activity Based Costing “ABC is a cost accounting concept based on the premise that product require an organization to perform activities and that those activities require an organization to incure cost” (T.Douglas Hicks, 1992). ABC adalah suatu metode untuk mengukur biaya (overhead) dan kinerja dari suatu proses yang berhubungan dengan aktivitas dan obyek-obyek biaya yang tidak berkaitan langsung dengan volume produksi. Tujuan Lebih jauh lagi ABC di desain bertujuan untuk penyediaan informasi bagi semua pihak yang terlibat dalam pengambilan keputusan dan pemberdayaan karyawan untuk membangun daya saing perusahaan melalui cost leadership strategy. Object-Object Biaya dalam ABC Dalam ABC, dasar untuk mengalokasikan biaya overhead disebut pemicu biaya (cost drivers). Object biaya meliputi: produk, customer, departemen, proyek, aktivitas, dan lain-lain, dimana untuk itu biaya diukur dan dibebankan. Beberapa factor yang harus diperhatikan dalam menentukan cost driver: 1. Biaya pengukuran (cost measurement) 2. Derajat korelasi (degree of correlation) antara pemicu biaya dan konsumsi overhead aktualnya. Klasifikasi aktivitas dalam ABC Dalam ABC membagi aktivitas dalam 2 (dua) kelompok: 1. Product Driven Activity; adalah aktivitas yang berhubungan dengan kegiatan merancang dan memproduksi suatu produk. 2. Customer Driven Activity; adalah aktivitas yang berhubungan dengan kegiatan penawaran, pelayanan, serta dukungan terhadap pelanggan atau pasar perusahaan. 1. Product Driven Activity, meliputi: 1.1. Unit Level; adalah biaya yang pasti bertambah ketika sebuah unit produk diproduksi yang sebanding dengan proporsi volume produk tersebut. Contoh: Biaya bahan baku langsung yang semakin bertambah dengan bertambahnya jumlah produksi. 1.2. Batch Level; adalah biaya yang disebabkan oleh sejumlah batches yang diproduksi dan terjual. Contoh: Biaya set up mesin. 1.3. Product Level; adalah biaya yang digunakan untuk mendukung produksi produk yang berbeda. Biaya ini tidak dipengaruhi oleh produksi dan penjualan satu atau beberapa unit batch. Contoh: Biaya desain produk, pengembangan, prototype, dan rekayasa produksi. 1.4. Plant Level; adalah biaya yang merupakan biaya kapasitas pendukung pada tempat dilakukannya produksi.Contoh: Biaya sewa, depresiasi, pajak property, dan asuransi pabrik. 2. Customer Driven Activity, meliputi: 2.1. Order Level; Aktivitas ini berhubungan dengan order pelanggan. Biaya dibebankan langsung kepada penjualan dan pesanan yang dilakukan pelanggan secara individu. Contoh: Biaya pengiriman pesanan. 2.2. Customer Level; Aktivitas ini tidak berhubungan dengan pesanan, tetapi biaya yang terjadi dibebankan kepada pelanggan. Contoh: Biaya tenaga penjualan. 2.3. Market Level; Aktivitas ini dibutuhkan untuk memasuki atau mempertahankan pasar tertentu. Contoh: Biaya R&D, promosi, iklan. 2.4. Channel Level; Aktivitas ini dibutuhkan dalam saluran distribusi dan tidak ditentukan berdasarkan pesanan pelanggan. Contoh: Kampanye 2.5. Enterprise Level; Agar perusahaan bertahan dalam bisnisnya, sedangkan biaya yang ditimbulkan tidak dapat dibebankan pada level yang lebih rendah. Contoh: Lisensi, pajak, gaji direktur.

Saturday, October 03, 2009

Measuring intellectual capital is on the agenda of the most 21st century organizations. This paper takes a knowledge-based view of the firm and discusses the importance of measuring organizational knowledge assets. Knowledge assets underpin capabilities and core competencies of any organizations. Therefore, they play a key strategic role and need to be measured. This paper reviews the existing approaches for measuring intellectual capital to non financial performance which integrates existing approaches in order to achieve comprehensiveness .
Conceptually, intellectual capital as being comprised of four primary components: human capital, customer capital, organizational capital, and innovation capital. A cover letter and questionnaire were mailed directly to the employees: staffs, supervisors, managers, and directors. This paper used non probability sampling method,and 103 questionnaires was returned back. An assestment of an organization's performance should include multiple measures. Accordingly, we utilized a composite performance consisting of employee retention, customer retention, process quality, and innovation. Number of books and dozens of articles in profesional journals were devoted to the topic, discussing intellectual capital (IC) and its impact on the firm as we know it. We just knew that there was hidden value in their companies and that it was somehow wrapped up in the thoughts, skills, innovations, and abbilities of their employees. Finally, the final result found that intellectual capital influences to non financial performance.

Your Comments