Toko Buku Online Terlengkap

Friday, January 28, 2011

Pemimpin berhati ‘gembala’ dan Gembala berhati pemimpin
Alkisah pada suatu hari ada seorang yang berasal dari kota besar sedang berlibur ke suatu pedesaan. Orang kota tersebut merupakan seorang yang dikenal sangat sukses dalam memimpin beberapa perusahaan. Suatu ketika dia melihat seorang petani yang sedang menggembalakan sekumpulan hewan ternak kambing dengan begitu mudahnya. Terlintas di benak orang kota tersebut untuk mencoba menggembalakan hewan ternak yang digembalakan oleh gembala tersebut.
Pada awalnya memang terlihat mudah, namun satu persatu hewan ternak tersebut mulai berpencar berlarian tanpa arah. Orang kota tersebut mulai mengalami kesulitan untuk mengaturnya. Berbagai cara sudah dilakukan untuk mengumpulkan kembali hewan ternak tersebut, mulai dari memukul satu persatu sampai mengikatkan dengan erat tali pada masing-masing leher hewan ternak tersebut. Akhir kata menyerahlah orang kota tersebut dalam menggembalakan hewan ternaknya, dimana perkiraan sebelumnya akan sangat mudah dijalankan.
Apa yang dapat dipetik dari cerita diatas?
Cerita diatas menggambarkan dengan jelas perbedaan antara seorang pemimpin dan gembala. Seorang pemimpin bertugas untuk memastikan bahwa fungsi-fungsi organisasi dijalankan dengan baik dan benar. Pemimpin berdiri atas landasan aturan, norma, dan kesepakatan yang telah digariskan oleh organisasi atau perusahaan. Pemimpin memimpin organisasi dimana terdapat sekumpulan manusia didalamnya. Manusia adalah mahluk sosial yang memiliki moral, akhlak, akal budi, dan sifat yang berbeda-beda. Namun berbeda dengan sekumpulan hewan ternak, yang akan menuruti gembalanya yang selama ini sudah dikenal dengan baik. Oleh karena orang kota tersebut merupakan orang asing bagi sekumpulan hewan ternak tersebut, maka hewan ternak tersebut tidak akan menuruti perintah yang bukan tuannya. Begitu pula gembala, akan sangat mengenal satu persatu ternak kepunyaannya. Gembala akan hafal yang mana ternak kepunyaannya dan yang bukan kepunyaannya. Apabila salah satu ternaknya hilang, dia akan mencari ternaknya sampai dapat. Tidak ada satupun ternak yang luput dari perhatiannya. Inilah peran yang tidak bisa dilakukan oleh pemimpin sekalipun tetapi gembala tersebut bisa memimpin dengan baik ternaknya. Oleh karena itu sebutan orang yang memimpin organisasi (sekuler) atau perusahaan adalah lebih sering disebut pemimpin atau manajer, bukannya gembala.
Pemimpin tidak harus mengenal secara mendalam anak buah atau karyawannya satu persatu, tetapi pemimpin harus memberikan contoh yang baik bagi semua. Pemimpin harus tahu peran dan tanggung-jawab pekerjaan bawahannya. Tetapi pemimpin juga harus memberikan penghargaan (rewards) bagi karyawan yang berprestasi dan memberikan sanksi (punishment) bagi yang bersalah. Pencapaian keberhasilan dari seorang pemimpin adalah bagaimana tujuan organisasi dapat tercapai dengan baik. Perusahaan mempunyai visi dan misi, kemudian disederhanakan secara jangka pendek dalam bentuk sasaran (goal), lalu diformulasikan ke dalam perencanaan strategis, akhirnya disosialisasikan kepada karyawan masing-masing departemen. Selain pencapaian terukur, perusahaan juga mengatur hal-hal yang tidak terukur yakni nilai-nilai perusahaan (values). Perusahaan akan menjaga asset-aset yang dimiliki dari perilaku moral hazard, menciptakan lingkungan kerja yang kondusif, kode etik dan perilaku (code of conduct), dimana semua itu ada di dalam nilai-nilai perusahaan (values).
Namun yang menjadi pertanyaan lain, jika pemimpin secara tegas berpegang teguh pada prinsip-prinsip diatas, bagaimana halnya dengan hati nurani? Apakah pemimpin masih punya hati nurani? Padahal ada beberapa hal yang harus diputuskan dengan hati nurani.
Kembali kepada contoh diatas, pemimpin adalah seorang manusia biasa yang mempunyai fungsi utama menjalankan roda perusahaan. Peran pemimpin tidak bisa disamakan dengan peran gembala, gembala menjalankan peran yang lebih mulia.        
Sebagai contoh sederhana, pemimpin dihadapkan pada seorang karyawan yang memiliki seorang anak yang baru masuk sekolah. Pada hari pertama sekolah, karyawan tersebut meminta ijin masuk kerja terlambat karena harus mengantarkan anak sekolah. Pemimpin menggunakan hati nuraninya memberikan ijin, hari kedua masih diberikan ijin, hari ketiga masih juga diberikan ijin dengan harapan besok tidak akan minta ijin lagi dan si karyawan sudah punya solusinya sendiri. Namun tidak halnya demikian, pada hari berikutnya masih hal yang sama dan secara tegas pemimpin tersebut menolaknya. Jikalau dinilai, siapa yang tidak berhati nurani? Apakah pemimpin atau karyawan? Saya yakin anda tahu jawabannya.   
Jadi artinya hati nurani dilakukan bukan untuk tujuan pembenaran secara terus menerus, disalahgunakan dengan pemberian excuse, dan yang terpenting tetap memegang teguh prinsip-prinsip integritas.  
Semoga hal ini memberikan pembelajaran yang bermanfaat, siapa tahu kelak anda bisa menjadi pemimpin berhati gembala dan gembala berhati pemimpin.
cetak halaman ini

No comments:

Post a Comment

Your Comments