MENCERMATI
PELUANG
Alkisah pada suatu waktu ada seorang
pedagang baju yang datang ke sebuah desa. Setibanya di desa, dia melihat para
penduduk desa tersebut badannya penuh dengan hiasan tattoo dan tidak memakai
baju sama sekali.
Kecewa, dia kemudian menulis surat
pada istrinya, “Istriku, tidak usah mengirimi aku stock baju untuk dijual di
desa ini. Disini tidak ada peluang bisnis. Saya akan pergi ke desa lainnya.”
Seminggu kemudian, datanglah
pedagang baju yang lain. Dia pun melihat hal yang sama dengan pedagang
sebelumnya, tidak ada seorang pun penduduk desa yang memakai baju.
Melihat hal tersebut, kemudian dia
mengirim surat pada istrinya, “Istriku, saya telah menemukan pasar baru untuk
barang-barang kita. Tolong siapkan baju pria, wanita dan anak-anak. Desa ini
akan menjadi pasar yang sangat besar untuk usaha kita. Saya yakin usaha kita
akan menjadi maju disini.”
Kenapa pedagang kedua tidak segera
meninggalkan desa tersebut sebagaimana halnya pedagang pertama dan malah
meminta istrinya untuk menyiapkan banyak baju?
Hal yang mendorong pedagang kedua
untuk tetap bertahan adalah keberaniannya untuk mengambil resiko dan keluar
dari zona nyamannya. Pedagang pertama merasa tidak nyaman ketika berada di desa
tersebut karena merasa tidak yakin barang jualannya akan laku terjual. Itu
karena dia merasa hanya akan membuang-buang waktu saja bila dia tetap tinggal
di desa tersebut, sehingga dia memutuskan untuk pergi ke desa lainnya.
Tetapi hal yang paling membedakan
pada kedua pedagang tersebut adalah dalam hal ketajaman dalam penciuman peluang
bisnis. Pedagang pertama hanya mampu melihat ‘kue’ yang sudah terletak di atas
meja, sedangkan pedagang kedua mampu melihat ‘kue’ yang masih tersembunyi.
Padahal apabila ‘kue’ sudah terletak di atas meja, maka akan banyak orang yang
punya keinginan untuk memiliki atau setidaknya mendapat bagian dari kue
tersebut. Sedangkan kue yang masih tersembunyi tentunya hanya akan dinikmati
oleh orang yang menemukan kue tersebut, orang lain hanya akan mendapat sisa atau
remah-remahnya saja.
Seorang yang tajam dalam mencium
peluang bisnis biasanya bisa melihat kondisi status quo, kondisi dimana
orang-orang sudah terbiasa dengan sebuah kebudayaan atau perilaku. Pedagang
kedua berani ‘menantang’ budaya orang desa tersebut dan menawarkan baju pada
penduduk desa.
Untuk memperlancar usahanya,
pedagang kedua tentunya harus ‘mengedukasi’ para calon pelanggannya agar mereka
semua mau melakukan ‘transisi’. Dengan modal keuletan dan kreativitas dalam
memasarkan dagangannya, pedagang kedua tersebut tentunya akan berhasil
menguasai pasar pakaian di desa tanpa baju tersebut.
Sepertinya memang berat, tetapi
tentu hasilnya akan sesuai dengan usaha yang telah dikeluarkan.
Di era yang semakin kompetitif dan
informasi yang sudah tersedia, sekarang mana yang akan Anda pilih, kue yang
sudah ada di atas meja atau yang masih tersembunyi? Kalau Anda memilih kue yang
ada di atas meja, siapkan sumber daya Anda sebaik mungkin untuk bertarung
dengan para kompetitor. Bila Anda memilih untuk mencari kue yang masih
tersembunyi, carilah kondisi status quo, dan rubahlah kondisi tersebut ke arah
yang Anda inginkan! (Source: Adhi W.)